Ibu sudah lama pensiun. Ketika kurasakan semakin hari di rumah semakin sepi hanya ibu bersama pembantu. Telah kupikirkan adanya kebosanan bagi ibu. Namin Ibu masih cinta anak-anaknya. Yang satu mencari nafkah di Jakarta, yang satu sibuk di kantor demi masa depan, dan yang satu sibuk kuliah demi menggapai ilmu dan persahabatan. Ibu sendirian di rumah. Ibu tiada berteman di rumah. Rumah hanya bersuarakan radio dan televisi ketika siang.
Ibu tentu berharap pembantu paruh waktu yang di rumah dapat bekerja dengan baik. Sesekali tentu mengajak pembantu berdiskusi. Tapi terkadang ada suatu jarak yang tidak dapat dipersatukan. Tentu karena cara pandang ibu dan pembantu akan sesuatu bisa saja berbeda. Ibu tidak mungkin mengganggu pekerjaan pembantu. Ketika sedang mencuci piring atau mengepel misalnya, ibu membiarkan pembantu melakukan pekerjaannya. Andai diajak berbicara akan sesuatu nanti jadinya malah ga selesai-selesai, begitu kata ibu. Mungkin ketika hanya menyetrika atau sedang bersih-bersih yang rumah yang ringan saja ibu mengajak dia berbicara. Kata ibu nanti kalo keseringan diajak berbicara kasihan juga mbaknya, pulangnya kemalaman padahal dia juga punya keluarga untuk dijaga juga tho...
Setiap siang menonton tipi dan menyalakan radio. Entah berapa infotainmen yang setiap harinya ibu lihat. Entah berapa langgam jawa yang ibu dengarkan setiap harinya. Ibu pernah bercerita kalo terkadang ia bosan akan kehidupan di rumah saja. Yah, benar kata ibu. Ketika aku membayangkan menjadi ibu, aku pun merasakan hal serupa. Bosan. Bahkan ketika aku datang sampai di rumah saat malam hari, ku lihat ibu sedang nyenyak tidur di karpet sambil membiarkan televisi yang menyala. Kurasakan gurat-gurat di wajah ibu yang semakin tua. Kurasakan cantik wajah ibu semakin memudar dengan segala kebosanan itu. Bahkan sebelum ibu terlelap tidur sore itu (sebelum isya') pun masih sempat memikirkan lauk apa yang bisa dihidangkan untuk anak-anak tercintanya. Ya setidaknya memasak dan memikirkan anaknya sedikit bisa menghapus kebosanan itu.
Lantas ketika lebaran tahun kemarin datang, terbesit dalam benakku. Bagaimana jika kembali memelihara kelinci. Sesuatu hal yang lama tidak dilakukan. Teringat masa-masa ketika aku masih SD memelihara kelinci putih bernama Basten. Teringat pula kelinci pertamaku yang kubeli di Batu, Malang. Sepanjang perjalanan Batu-Surabaya, kelinci nan kecil mungil itu kumasukkan ke dalam jaket. Kedinginan. Pikirku yang waktu itu yang masih lugu.
Kebiasaan memelihara itu akhirnya berhenti ketika Bapak dipanggil olehNya. Basten masih hidup dan setia bersama kami sekeluarga sepeninggal Bapak. Namun ketika ibu semakin hari semakin repot dan akhirnya ketika Basten juga pergi ke alam baka, diputuskan untuk sudah berhenti memelihara binatang.
Mas Adit dan Angga setuju untuk memelihara kelinci kembali. Saat hari kedua lebaran kami sekeluarga pun berlibur ke Batu kembali. Akhirnya setelah seharian berjalan-jalan, malam itu Ibu mendapat teman baru. Belang dan Putih. Belang pun pergi setelah seminggu di rumah. Lantas kemudian Putih dibelikan teman baru, Item. Item pun tiada setelah seminggu di rumah. Rasa iba pun muncul. Kelinci juga butuh teman. Akhirnya dibelikan teman baru. Tidak tanggung-tanggung. Dua sekaligus. Grey dan Black.
Sekarang setiap hari di rumah semakin ada cerita. Ibu pun semakin ada kesibukan. Setiap pagi membersihkan ketiga kandang kelinci. Tiada hentinya membaca buku tentang memelihara kelinci. Entah sudah khatam berapa kali Ibu khatam buku itu. Setiap dua hari sekali selalu mengingatkan jangan lupa jagung buat adik-adik barumu itu sudah habis.
Setiap pagi sekarang ibu bisa bercerita. Gray yang kecil itu bahkan sudah berani berkelahi dengan Putih padahal biasanya berkelahi sama Black. Bercerita kalo Putih ketika di lepas di jalan depan rumah bertamu ke rumah tetangga sampai ke ruang tamu segala. Putih yang menginjak-injak adenium Ibu yang baru berumur dua bulan. Black suka makan euphorbia. Grey yang bulunya suka rontok. Ibu juga mengingatkan, kelinci-kelinci sudah waktunya potong kuku dan bulunya dipotong juga biar ndak mbundeli.
Alhamdulillah sekarang kalo siang pun sekarang setidaknya ibu ada kegiatan. Nengokin kelinci memastikan tidak kelaparan. Menjelang tengah malam ketika ibu terbangun, memastikan kelinci-kelinci tidak kedinginan. Saat berangkat subuhan pun ibu kembali mengecek stok makanan kelinci-kelinci.
Semoga Ibu tidak bosan dan semoga Allah menjaga Ibu sepanjang hidupnya.. Amiin..